Bicara soal sengketa perdata seolah sudah menjadi rahasia umum jika menyelesaikan sengketa jenis satu ini di meja hijau akan cukup memakan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Selain itu tentunya Anda akan mendapat cibiran buruk lantaran lebih memilih “lapor kambing, kehilangan sapi” untuk menggabarkan seberapa besarnya pengorbanan yang harus dikeluarkan dalam mengusut perkara tersebut.
Itu jika Anda diposisikan sebagai pelapor. Namun bagaimana ceritanya jika Anda diposisikan sebagai tergugat atau menjadi turut tergugat dalam perkara perdata? Apakah Kita bisa memilih untuk menghindari proses pemeriksaan di pengadilan yang cukup menyita waktu, tenaga, pikiran dan biaya tersebut? Jawabannya tentu saja bisa!
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No,2 Tahun 2003 yang menyebutkan mengutamakan proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata. Dengan begitu jika kita menjadi pihaktergugat maupun turut tergugat maka kita dapat mengoptimalkan penyelesaiansengketa dengan cara mediasi yang merupakan suatu metode alternative dalam penyelesaian masalah atau yang biasa disebut MAPS. Jika dalam ilmu hukum istilah ini disebut dengan Alternative Dispute Resolutions (ADR).
Sedangkan prakteknya di Indonesia dan telah diterapkan oleh sejumlah perusahaan perusahaan besar. Hal tersebut biasanya disampaikan dalam kontrak atau perjanjian penyelesaisn sengketa untuk lebih mengedepankan melalui MAPS atau ADR. Sehingga jika suatu saat ternyata muncul sengketa atau perselisihan kedua belah pihak di kemudian hari maka para pihak akan menyelesaikan melalui lembaga MAPS atau ADR tersebut, bukan melalui meja hijau.
Jika Kita perhatikan, ternyata MAPS atau ADR ini kini telah diposisikan sebagai tindakan preventif untuk mencegah ‘terjebaknya’ pada pihak dalam proses gugat menggugat di lembaga peradilan yang cukup menyita banyak waktu dan biaya.
Lembaga apa saja yang masuk sebagai MAPS atau ADR ?
Jika sebelumnya Anda telah mengenal basic dari MAPS atau ADR, selanjutnya lembaga apa saja yang masuk dalam lembaga MAPS atau ADR tersebut? Pada dasarnya, hampir seluruh perkara yang diselesaikan tidak melalui meja hijau dapat dikategorikan dalam MAPS atau ADR. Hingga saat ini mekanisme tersebut dapat Kita ketahui melalui beberapa istilah berikut:
– Negosiasi
Adalah jenis penyelesaian masalah dengan melalui perundingan secara bipartite atau dua pihak dengan memberikan win win solution bagi kedua belah pihak yang tengah bersengketa.
– Mediasi / Konsiliasi
Jika negoisasi terjadi antara dua belah pihak secara langsung, maka mediasi atau biasanya disebut dengan konsiliasi difasilitasi oleh seorang mediator atau konsiliator sebagai penengah yang dianggap netral.
– Arbitrase
Sistem arbitrase mirip seperti mediasi, hanya saja istilah yang digunakan berbeda dan standarisasi yang telah dibakukan baik secara nasional maupun internasional oleh badan arbitrase.
Nah, Indonesia sebagai Negara hukum dalam hal ini hukum perdata berperan ikut serta memberikan keamanan bagi masyarakat di dalamnya. Hinggga saat ini Indonesia telah memiliki Badan Arbitrasen Nasional Indonesia atau yang biasa disebut dengan BANI. BANI dibentuk berdasarkan UU No.30 Tahun 1999 serta BPSK atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang dibentuk berlandaskan pada UU No.8 Tahun 1999.
Selanjutnya jika Anda memang memutuskan akan menyelesaikan sengketa menggunakan system MAPS atau ADR, berikut ini adalah kelebihan yang sudah pasti akan Anda dapatkan:
1. Proses penyelesaian relatif lebih sederhana dan singkat.
Penyelesaian sengketa melalui MAPS dan ADR dbuat lebih sederhana dibandingkan proses peradilan yang memakan waktu cukup panjang. Sebagai contoh, dalam menyusun suatu kontrak kedua belah pihak dapat mencantumkan klausus penyelesaisn sengketa melalui dua tahap, yakni melalui negoisasi dan arbitrase.
Dengan begitu sangat jelas jika proses penyelesaian sengketa lebih mengedepankan negoisasi dan jika tidak berhasil maka sengketa akan diberikan pada pihak Arbitrase. Arbitrase sekalipun bukan badan peradilan setingkat Pengadilan Negeri namun hasil putusannya bersifat final dan mengikat kedua belah pihak.
Namun sebaliknya, jika Anda atau Pelapor menyelesaikan sengketa memalui jalur meja hijau ada beberapa birokrasi yang wajib Anda lewati yang telah diatur dalam hukum acara perdata yang mengatur tata cara pemeriksaan perkara. Mulai dari pembacaan gugatan, jawaban dan eksepsi, putusan sela, replik, duplik, pemeriksaan alat bukti berupa surat dan saksi, konklusi atau kesimpulan dan putusan majelis hakim.
Dalam prakteknya setiap satu pemeriksaan ke acara pemeriksaan selanjutnya memakan waktu setidaknya satu minggu. Jadi jika Kita akumulasikan suatu perkara perdata yang diperiksa oleh pengadilan setidaknya memakan waktu enam bulan. Hal itu pun jika semuanya berjalan lancar. Kemungkinan untuk lebih lama lagi sangat terbuka lebar.
2. Tingkat kerahasiaan para pihak yang berperkara lebih terjaga.
Jika Kita bandingkan dengan proses pemeriksaan di pengadilan, hal tersebut sangat berpotensi terpublikasi dengan luas lantaran proses peradilan harus lah terbuka untuk umum. Hal tersebut pun telah tercantum di Undang Undang. Namun lain halnya dengan penyelesaian sengketa melalui MAPS dan ADR yang dilakukan secara tertutup. Hal tersebut diharapkan dapat mememinimalisir potensi terpublikasinya sengketa yang mampu mengurangi kredibilitas atau rusaknya nama baik para pihak.
3. Hubungan baik para pihak yang bersengketa tetap dapat dijaga.
Jika dalam sebuah pengadilan suasana yang terbangun cenderung konfrontatif lantaran kedua belah pihak berusaha untuk saling menjatuhkan dengan memberikan sejumlah kesalahan pihak lawan di depan majelis hakim. Lain halnya dengan system penyelesaisn sengketa dengan jalur MAPS atau ADR yang lebih kekeluargaan lantaran kedua belah pihak termotivasi untuk mencari solusi yang terbaik tanpa harus saling menjatuhkan melalui pembuktian kesalahan pihak lawan.
Nah, demikian lah beberapa ulasan mengenai penyelesaian sengketa yang mungkin saja tengah Anda alami. Jangan biarkan perkara perdata Anda berlarut larut ya.
Baca juga: Langkah-langkah Cara Mendaftarkan Merek Dagang